Orangtua Mengadu karena Jadi 'Korban' SKTM

Orangtua Mengadu karena Jadi 'Korban' SKTM

Calon siswa mengikuti pendaftaran Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) daring (online) di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri. Antara/Maulana Surya

Kudus - Orangtua bersama calon siswa sekolah menengah atas (SMA) yang menggunakan surat keterangan tidak mampu (SKTM) mengadu ke Dinas Pendidikan Kepemudaan dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Itu lantaran nama calon siswa dicoret dari sekolah yang di daftar.

Salah satu orangtua calon siswa, Muflikhah mengeluhkan nama anaknya tidak ada di daftar peringkat setelah disurvei dari pihak sekolah pada, Sabtu, 7 Juli 2018. Hal itu langsung dilaporkan kepada pihak sekolah. Namun tetap dinyatakan tidak bisa masuk.

Muflikhah merupakan buruh batil pabrik dan berstatus orangtua tunggal. Dia memiliki satu anak. Namun ada tanggungan pengobatan bapaknya yang terkena stroke dan ibunya juga sudah lanjut usia.

"Rumah yang saya tinggali ini masih milik orangtua. Hak warisnya tidak hanya saya. Mendaftarkan anak sekolah menggunakan SKTM juga saran dari kepala desa," ujar Muflikah, Selasa, 10 Juli 2018.

Loading...

Disampaikan Muflikhah, saat dilakukan survei ada dua saksi. Yaitu tetangga dekat rumah. Kondisi bangunan rumah juga difoto oleh tim survei. Dia mengakui memiliki satu sepeda motor.

"Listrik di rumah masih 450 volt, setiap bulan bayarnya Rp75 ribu," kata Muflikhah.

Muflikhah khawatir, jika anaknya tidak diterima di sekolah negeri, maka pilihannya bersekolah di sekolah swasta. Sementara, biaya pendidikan di sekolah swasta relatif lebih mahal. Sedangkan dia merasa butuh keringanan biaya sekolah.

"Saya bingung kalau sampai nanti anak saya benar-benar tidak bisa diterima, akhirnya masuk swasta dan biayanya pasti cukup mahal," keluh Muflikhah.

Senada disampaikan Edi, pensiunan perbankan yang saat ini berjualan bakpao keliling ke sekolah-sekolah. Saat libur sekolah seperti saat ini, bakpao dagangannya dititipkan di penjual bubur bayi. Edi memiliki 10 anak. Masih ada empat anak yang menjadi tanggung jawabnya.

"Saya memang menggunakan SKTM untuk daftar anak saya yang masuk ke SMA tapi setelah disurvei hasilnya menjadi tidak ada atau dicoret. Uang pensiunan sudah habis buat modal dan bangun rumah," ungkap Edi.

Edi melanjutkan, semula mendaftarkan anaknya ke SMA Negeri 1 Kudus menggunakan SKTM. Namun ditolak karena latar belakang pensiunan perbankan dianggap mampu. Kemudian pindah mendaftar ke SMA Negeri 2 Kudus tetap saja tidak lolos.

Saat dikonfirmasi, Kepala SMA Negeri 2 Kudus, Sri Yoko mengaku akan mengecek ulang laporan tersebut. Dia mengatakan, sekolah menjalankan survei berdasarkan standar dari badan pusat statistik (BPS).

(SUR)

Artikel Asli
Sumber: Medcom.id

Loading...